9.27.2012

Si Perekam

Tiba-tiba terasa, lebih tepatnya terlihat, ada sesuatu yang meloncat loncat kadang di depan kadang di belakang. Sesekali dia di samping. Dibawanya satu set kamera lengkap dengan tripodnya. Dial ah yang bernama perekam. Tugasnya sederhana, merekam semuanya setiap hari, setiap detik. Kemudian rekaman itu ditumpuk manis di pikiran-pikiran umat manusia agar semua bisa memutarnya sekehendak hati.

Jangan tanya soal peralatan, dijamin semua canggih. Tak perlu khawatir tentang sudut pengambilan gambar, semua pas. Dial ah perekam, yang tugasnya merekam. Dia ada di setiap manusia yang sungguh-sungguh percaya pada ke-manusia-annya. Bahwa manusia lemah serba terbatas. Bahwa manusia sering mengeluh jarang bersyukur. Bahwa manusia mampu mengubah semuanya selama ia mampu. Dia lah perekam, si perekam segalanya.

Benar dia memang merekam segalanya. Frog eye dan eagle eye, semuanya ada. Long shot, medium, atau close up lengkap dan teredit rapi dengan sedikit colouring untuk dramatisasi. Perekam tak pernah kehabisan kaset. Baginya kaset hanyalah peluru yang bisa ia datangkan dengan bersin, semudah itu. Hanya saja ketika kaset berisi dokumentasi itu ia titipkan pada manusia, sesuai dengan karakteristik manusia sebagai makhluk teledor, manusia sering menghilangannya. Manusia sering menganggap remeh rekaman-rekaman itu, padahal rekaman itu yang bisa menjauhkan mereka dari malapetaka dan mendekatkan mereka pada Illahiyah dan ketentraman jiwa (ataraksia).

Manusia juga pelupa. Otak yang dibiarkan semrawut memudahkan kaset-kaset titipan itu hilang. Yang kasetnya banyak bisa menjawab pertanyaan, yang sedikit meringis karena tak tahu apa-apa. Yang benar, manusia bedakan mana kaset yang sepatutnya disimpan di otak kanan, mana di otak kiri. Yang tidak benar, mengacaknya, dan ketika mencari akhirnya manusia salah menemukan. Kalau sudah begitu semua serba salah kaprah. Duh, manusia teledor, manusia salah kaprah, manusia terbatas. Manusia harusnya mencium keberadaan, juga mencumbu ketidakadaan, karena keduanya bersinergi di dalam batin. Seperti punya “aku” banyak di satu jasad.

Tiba hingga suatu waktu si perekam mati tepat saat umat manusia tiada. Perekam akan mainkan filmnya, tanpa tendensi. Tak lagi didramatisir, semua apa adanya. Dan saat yaumul hisab semua akan menyaksikan. Semua akan diam sediam-diamnya karena Sang Tuan Maha Segala ada di tempat duduk paling depan. Mengganjar segalanya, semuanya, seluruhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar