9.25.2012

Sang Maha Ada

"Sekhusyuknya saya lakukan semua. Segala di hadapan maupun yang membelakangi" seorang teriak selantang-lantang pada tebing kokoh yang mengitarinya. Sejauh indera penglihatan ia kerahkan, hanya batu yang berada. Sadarnya semua sudah terlanjur, semua sudah digariskan oleh suatu Dzat. Semua terasa asing seperti anak penguin yang sampai di tengah gurun.

Dan rentetan batuan yang menjulang itu turut larut dalam diskusi. "Ku tutup pandanganmu, agar kau sadar benar keterbatasan". Tebing mengulangi kalimatnya hingga gendang telinga si pria meleleh. Ia rasakan senyap, ia harapkan resap. Dan lalu semua lalu. Benar, berlalu, seperti angin yang membisikan dharma tentang keberadaan sesuatu, tetapi hanya sekelebat. Seperti membakar habis daun kelapa sepersekian detik. Hilang, tak berada semua yang sebelumnya ada.

Ia duduk bersila karena ia tahu yang akan ia lakukan selanjutnya dan seterusnya hanyalah ke-sia-an belaka. Melacurlah ia pada apa yang dibawa dingin malam kala itu. Kulitnya kemudian kaku karena bayu tak ragu menjamu. Tubi-tubi hingga ia yakin ia benar menyerah. Bukan, bukan pada keterbatasan, tapi pada adanya Sang Maha Ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar