12.30.2017

Selama Proses Penyelaman

Saya menyelam, menyelam sangat dalam. Saya menyelam hingga lupa ini sudah perairan laut dalam. Waktu itu air sangat tenang, bahkan terlalu tenang sampai tubuh dan pikiran tak pernah merasa kelelahan.

Saya terlalu menikmati proses hingga lupa punya tujuan. Sejujurnya saya ingin memotret pemandangan bawah laut paling indah dengan sebuah kamera aksi yang saya genggam sejak di daratan.

Kemudian hasil cetakannya diam diam akan saya selipkan di bawah taplak meja atau sebelah vas bunga, sembari menunggu dia datang. Di bawah temaram bulan suatu malam, foto itu akan menjadi hadiah terindah untuknya.

Saya bayangkan sebelum hidangan makan malam datang, dia akan senang bukan kepalang. Sebuah hadiah yang mungkin saja dia impi-impikan. Sebuah hadiah yang mungkin akan mengganggu niat terlelapnya.

Saya baru sadar setelah berada di perairan laut dalam. Tak ada pemandangan indah di sini, hanya batas pandang yang terbatas. Tak ada terumbu karang, tak ada mandarinfish, clownfish, atau moorish idol. Semuanya sama abu abu kebiruan.

Saya pun berusaha kembali menuju bibir pantai. Oksigen di tabung tinggal sepertiga. Saya harap di perjalanan menuju bibir pantai, saya akan menemukan pemandangan yang indah meski bukan yang paling indah. Setidaknya bisa dibawa pulang, meski nantinya mungkin saya perlu berpikir dua kali untuk mencetaknya.

Saya berhasil menjauhi perairan laut dalam dan hampir sampai ke bibir pantai. Dengan oksigen tipis di tabung, akhirnya saya berhasil kembali ke tempat ini. Sejurus itu, saya siapkan kamera aksi untuk memotret apa saja, sebelum oksigen benar benar habis.

Saya saling buru dengan waktu. Kali ini saya mantap menata genggaman kamera aksi di tangan saya. Sudah pas rasa-rasanya. Dan telunjuk pun menyentuh shutter, siap mengalirinya dengan energi untuk menekan.

Baru setengah shutter, saya sadar hari yang tadinya siang sekonyong-konyong telah menjadi malam. Tak cukup cahaya di sini untuk direkam. Terlalu gelap untuk kamera aksi dengan setengah shutter ini menghasilkan gambar mati yang nanti akan membuatnya senang bukan kepalang karena menerima hadiah terindah.

Di tengah rasa kecewa yang mendalam, saya abaikan hasil foto dan memilih kembali ke bibir pantai. Dan untuk yang satu ini saya menang melawan waktu, setidaknya agar hidup dan tidak konyol mati di perairan laut dimana kemungkinan mayat saya akan terombang ambing tidak jelas.

Saya terduduk lesu di atas pasir, sambil membayangkan berbagai skenario bila saja saya tidak lupa. Andai saja ingat tujuan penyelaman semula. Ah, andai saja penyakit lupa ini tidak datang, penyelaman ini tak akan sia-sia.

Saya hela nafas lebih panjang. Ah sudahlah, setidaknya saya punya memori indah tentang pertama kalinya saya menyelam. Bahkan begitu dalam hingga ke perairan laut dalam. Pertama kalinya saya melihat makhluk hidup bawah laut langsung di bawah laut.

Dan malam ini, setidaknya mata masih menemukan paparan bintang berbagai galaksi. Wajah juga masih merasakan angin yang melayang menembus ruang. Ah sudahlah. Sambil melenggang pulang, saya simpan dalam hati, mungkin saya akan coba lain hari, tentu saja kalau ada lain hari.

Solo, 30 Desember 2017