5.11.2012

STIMULUS

Seperti kehilangan nyali untuk menulis. Seperti mati suri. Seperti terkena cikungunya hingga mematikan sendi-sendi.

Sebenarnya banyak yang bisa termuat, sangat banyak malah. Namun, lagi-lagi persoalan ada pada stimulus. Tentang bagaimana seorang yang mencoba sahaja, mencabangkan pikirannya kemana-mana. Sedang stimulus yang bak katalis tak nampak. Atau pikiran-pikiran ini yang tak mencoba melihat sekeliling, tak memekakan diri.

Kita bahas si stimulus, bagaimana ia ada dan tiada. Stimulus seperti makhluk lain dari planet lain, tak biasa dan aneh. Mungkin saja dipengaruhi pikiran-pikiran inangnya yang tak mau tahu dunia. Inangnya yang membuat stimulus beraksi, stimulus juga membuat inangnya beraksi. Ini semacam mutualisme yang disadari atau tidak ia akan terus berada, ditempatnya.

Stimulus bukan orang yang ekstrofet yang mau membagi kisah dengan siapapun. Ia lebih pendiam dan dalam kediamannya ia mendekorasi pikiran inangnya tentang sesuatu yang inangnya mau. Kadang dengan warna-warni pastel atau malah hitam muram tanpa lampu. Seperti ketika Romeo dan Juliet saling mencintai, ia mendadak merah muda. Atau ketika Mein Fuhrer bunuh diri, ia hitam pekat.

Bukan, ia bukan diperbudak inangnya. Ia hanya menjalankan takdir Tuhan, firmanNya. Tuhan meyertakannya pada inangnya agar setiap yang dilakukan inangnya dapat ia ketahui. Sementara tugas si inang jauh lebih mudah, hanya menyadari keberadaannya dengan berbagai indera yang dipunyai. Indera belum cukup hebat, maka Tuhan Maha Pengasih. Dia tambahkan indera keenam, ketujuh, kedelapan, terserah inangnya mau taruh posisi mana stimulus. Benar, ia juga termasuk indera.

Membicarakannya akan menjadi sedikit tabu, karena ia adalah karya khusyuk Nya. Kalian tak pernah meragukan Tuhan pernah tidak khusyuk melakukan sesuatu, bukan? Apapun namanya, ia lah misteriNya. Tuhan dengan segala sesuatu yang misterius, Ia Maha Misterius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar