5.13.2012

Pungguk Merindukan Bulan


Baru kali ini si pungguk dihadapkan pada pilihan antara kehilangan tangan atau kaki. Pilih salah satu atau menderita seumur hidup! Kata Tuhan dengan raut serius. Ia terkejut, Tuhan tak pernah seserius ini padanya. Ia hanya bisa menduga, Tuhan mencobanya untuk tetap ikhlas. Si pungguk dibuat hening beberapa waktu, bukan beberapa, mungkin perlu berjuta tahun. Sering ia kehilangan uang harta benda, tapi kini ia harus kehilangan salah satu yang berharga, yang tak terbilang angka.
Sebenarnya garis bawah ada pada kata “memilih”, bukan “kehilangan”. Berhari-hari ia duduk sendiri di depan pintu rumah yang lebih seperti gua. Berhari-hari juga ia gila, mengumpat, kadang diam tanpa gumam. Tapi waktu adalah waktu, ialah prajurit Tuhan, tunduk pada-Nya melebihi iman manusia. Dan kali ini hampir tiba tenggat, saat ayam berkokok dan waktu…. tak ada kata “waktu” di kamus mana pun.
Pungguk coba ulang berjuta menit sebelum ini, mengenai hidupnya yang hanya dihinggapi angan-angan meraih bulan. Tak ada yang ia pikirkan selain bagaimana cara melempar tali panjang jauh-jauh dan menarik bulan hingga serambi rumah, kemudian ia duduk-duduk minum kopi dan bangga kini bulan jatuh cinta padanya. Tapi sekarang, bagaimana ia akan kuat menarik bila tak ada tangan atau kaki. Ia memilih mati, tapi ini perintah Tuhan dan Tuhan berikrar tiada pilihan mati.
Kini si pungguk akan menentukan mana yang akan ia selamatkan, kaki demi setiap langkah mundur kecilnya dan topangan kuda-kuda saat bulan terasa berat, atau tangan untuk melempar tambang berton-ton dan otot-otot untuk menariknya jatuh. Ini tidak adil, dunia memang begitu seharusnya, tetap pada pakem, pada istilah hidup adalah tentang pilihan dan setiap pilihan, setiap penolakan, setiap… ah, pungguk tetap buruk ada atau tidak keduanya. Kini ia berdoa apapun pilihannya ia akan tetap bisa menjaga asa meraih bulan.
 

NB. Tulisan ini terinspirasi dari pergulatan kelompok video 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar