2.26.2013

Mandi

Dalam sehari, sadar tak sadar kita banyak menemukan kesenjangan. Sederhananya ketika sebelumnya kita merasa sangat lapar, beberapa menit kita kenyang karena makan terlalu banyak. Saya tak tahu istilah yang lebih tepat, mungkin 'paradoks'.

Mandi I

Kamis siang saya tiba di Ibu Kota dengan wajah lelah karena berjam-jam di kereta. Cuaca panas Jakarta ditambah badan yang belum disapa air sangat cukup sebagai alasan merasa gerah. Berjalan kaki dari shelter TJ satu ke shelter yang lain juga membuat keringat bertambah banyak. Di saat seperti itu tak ada yang ingin saya lakukan, kecuali MANDI.

Setelah bertemu teman (Phytag) untuk melakukan perjalanan menuju wisuda teman lain (Jono), saya berhenti di Benhil. Dari Benhil menuju Senayan. OK, dan saya belum bertemu surga bernama kamar mandi. Setelah acara selesai barulah saya bisa melakukan pencarian kamar mandi dengan leluasa.

Kamar mandi masjid? tidak, karena terlalu ramai anak-anak TPA. Pasar Benhil? Baiklah, saya rasa tidak buruk-buruk amat. Saya putuskan mandi di WC umum Pasar Benhil. Gambaran tentang kamar mandi yang ini adalah gambaran tentang WC umum kebanyakan. Kurang terawat, banyak lumut, air berbau, dan kunci dari paku. Untuk ukuran keadaan saya saat itu, orang bakal maklum saya mandi di situ.

Mandi II

Kesegaran membuat saya bersemangat untuk jalan-jalan. Kali ini tujuannya adalah Epicentrum Kuningan. Sesuai konsep jalan kaki, kami (dengan Phytag) hanya menggunakan kaki untuk menyusuri Epicentrum. Keluar masuk Pasfes, melihat-lihat gedung hingga lelah, kemudian kami singgah di salah satu kedai kopi bersama teman fresh graduate kami (Jono).

Perasaan segar setelah mandi pertama tadi hilang sudah, diganti pegal, lelah, dan gerah. Tidak ada yang lebih saya inginkan selain mandi, lagi.

Sebelumnya ada teman (Cengik), anggaplah dia calon pejabat, menawari kami (kecuali Phytag) untuk bermalam di hotel. Ada anggaran dari dinasnya untuk melakukan semacam pembahasan RUU di hotel. Saya tak tahu hotel apa dan dimana, yang jelas saya bilang iya. Setelah mengantar teman (Phytag) kembali ke kontrakannya di Benhil, saya dan teman saya yang lain (Jono) menuju hotel yang dimaksud teman saya yang lain lagi (Cengik).

Hotel ketemu, tapi tak tahu bintang berapa, saya tak peduli yang penting saya harus mandi. Setelah bincang-bincang sana sini, kami bertiga seketika berada di kamar besar dengan kamar mandi besar pula. Ini hotel bintang empat! Plus jacuzzi dan air hangat. Malam itu, saya mandi sambil terkekeh membayangkan pagi hari mandi di WC umum Pasar Benhil.

Ini yang saya maksud paradoks dalam sehari. Ada kesenjangan antara perjalanan mandi I dengan II. Itu jelas! Dan sebenarnya dimanapun kalian berada, konsep mandi tak pernah berubah sama sekali. Hanya kadang orang menggunakan cara-cara berbeda untuk aplikasinya. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar