1.17.2012

Teruntukmu, alam bawah sadarku


Hmm, kamu alam bawah sadarku, masihkah ada hawamu di sana? Ingin aku berbagi sesuatu. Tenang, ini bukan hanya tentang yang buruk, tapi juga bukan tentang hal yang baik saja. Ini tentang sungai yang rindu jauh akan air bening, tentang pohon di jantung kota yang mati tuli karena bising jalan.


Jika kamu di sini pastilah kamu akan tercengang karena masamu telah cepat berubah. Tak ada yang kamu banggakan di sini, saat ini, sekarang, detik ini. Apalah artinya rumah besar tinggi tapi penghuninya seteru saling tamak. Apalah guna masjid tapi orang-orang menutup kuping saat adzan yang besar itu saling gelegar. Ini dunia tak seperti dulu. Tak seperti saat kita bermain layang karena banyak yang lapang. Tanpamu di sini, waktu semakin sombong. Pernah suatu waktu aku memanggilnya keras-keras. Jangankan ia menyapa, menoleh saja ia tak pernah.


Di sini, di tempat... yang... baiklah aku mulai terbata, belum menemukan istilah yang tepat untuk menamainya. Begini saja, kupinjam istilahmu ketika kamu memaki orang-orang yang menghina masamu, "bedebah". Di tempat yang bedebah ini, mereka prajurit dan waktu adalah ratu. Di sini aku seperti dari dunia berbeda, jatuh dari langit, dan mencoba bergaul dengan bangsa baruku.


Bila suatu ketika nanti aku kembali ke duniaku. Aku mau kamu yang datang menjemput, di stasiun kota dengan puluhan cemara kecil di halamannya. Kamu bawakan aku mantel hangat buatan tanganmu dan kita saling cerita tentang berjuta tahunku dan berjuta tahunmu.


Kamu alam bawah sadarku, sabarlah. Demi sang ratu waktu, aku akan kembali untukmu, tentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar