Asap mengepul, lalu sejurus itu terpekiklah suara yang luar
biasa keras di gendang telinga mereka. Semua yang hadir di sebuah forum tanpa
nama, menggigil kedinginan. Kelopak mata mereka terpaksa menutup, menghindar
dari pekatnya asap. “Mari sini kekasih-kekasih yang kedinginan,” kata seorang
penyair yang ikut larut dalam gegap gempita. Selain itu masih banyak profesi
lain yang bercampur aduk jadi satu pengejawantahan. Dokter, mahasiswa, tukang
tambal ban, masinis, astronot, semua berkumpul merayakan kegembiraan dan
tentang asap pekat yang menjalar sampai ke darah, mereka tak hirau.
Di ujung batas malam, suara memekik semakin keras saja,
terlampau keras. Suara itu memadukan yang ada dan tiada, yang terindra dan tak
terindra. Melalui telinga menuju pusat syaraf otak paling mistis. Lalu
tergetarlah batin yang hadir. Satu per satu, waktu per waktu, mereka berjalan
lurus masuk ke lorong kecil yang gelap. Di sana mereka ditanya nama, umur,
pekerjaan, istri dan suami, anak, cucu, paling tidak mereka tak siap dengan
buku contekan.
Nama per nama dipanggil sampai habis daftar, mereka lalu
dengan suka cita berjalan menuju cahaya putih di ujung lorong. Sampai lah
mereka semua pada ruangan tak berbentuk – sebenarnya berbentuk, namun sama
sekali tak beraturan, atau lebih tepatnya mereka tak menemukan bentuk karena
semua serba putih. Bahkan raga mereka putih tak berbentuk. “Apa ini yang
disebut ruh, yang mendiami tubuh dari subuh hingga rubuh?”. Semakin bergejolak
diri mereka karena sekeliling hanya mendengar suara sayup satu sama lain. Tidak
tahu mereka dengan posisi seperti apa, tapi rasanya seperti berputar-putar.
Sekilas forum menjadi hening dan hening ini pun bersuara
keras, lantang. Badan besar tak terlihat mengaitkan nada-nada keras hingga
membawa semua ke sebuah taman besar yang ditumbuhi jutaan rasamala. Mereka
mendakinya. Tubuh mereka tersayat badan pohon yang halus, mengeluarkan darah
yang juga berwarna putih. Lalu dari
langit diturunkan air bah yang berkepanjangan. Alasannya agar mereka tahu
rasanya air kalau-kalau mereka lupa. Air itu bisa diminum, dimakan, dihirup,
didayakan, terserah mereka. Dan rasanya, rasanya seperti macam-macam air,
terserah mereka. Semua terserah mereka.
Dari balik ombak air terlihat muka yang bersih putih dan
halus. Orang-orang menengadah ke atas, lalu tangan besar yang entah datang dari
mana, menjumput satu satu tengkuk mereka. Dan ditaruhlah dalam satu wadah
bernama dunia.