5.20.2013

Padasama



Asap mengepul, lalu sejurus itu terpekiklah suara yang luar biasa keras di gendang telinga mereka. Semua yang hadir di sebuah forum tanpa nama, menggigil kedinginan. Kelopak mata mereka terpaksa menutup, menghindar dari pekatnya asap. “Mari sini kekasih-kekasih yang kedinginan,” kata seorang penyair yang ikut larut dalam gegap gempita. Selain itu masih banyak profesi lain yang bercampur aduk jadi satu pengejawantahan. Dokter, mahasiswa, tukang tambal ban, masinis, astronot, semua berkumpul merayakan kegembiraan dan tentang asap pekat yang menjalar sampai ke darah, mereka tak hirau.

Di ujung batas malam, suara memekik semakin keras saja, terlampau keras. Suara itu memadukan yang ada dan tiada, yang terindra dan tak terindra. Melalui telinga menuju pusat syaraf otak paling mistis. Lalu tergetarlah batin yang hadir. Satu per satu, waktu per waktu, mereka berjalan lurus masuk ke lorong kecil yang gelap. Di sana mereka ditanya nama, umur, pekerjaan, istri dan suami, anak, cucu, paling tidak mereka tak siap dengan buku contekan.

Nama per nama dipanggil sampai habis daftar, mereka lalu dengan suka cita berjalan menuju cahaya putih di ujung lorong. Sampai lah mereka semua pada ruangan tak berbentuk – sebenarnya berbentuk, namun sama sekali tak beraturan, atau lebih tepatnya mereka tak menemukan bentuk karena semua serba putih. Bahkan raga mereka putih tak berbentuk. “Apa ini yang disebut ruh, yang mendiami tubuh dari subuh hingga rubuh?”. Semakin bergejolak diri mereka karena sekeliling hanya mendengar suara sayup satu sama lain. Tidak tahu mereka dengan posisi seperti apa, tapi rasanya seperti berputar-putar.

Sekilas forum menjadi hening dan hening ini pun bersuara keras, lantang. Badan besar tak terlihat mengaitkan nada-nada keras hingga membawa semua ke sebuah taman besar yang ditumbuhi jutaan rasamala. Mereka mendakinya. Tubuh mereka tersayat badan pohon yang halus, mengeluarkan darah yang  juga berwarna putih. Lalu dari langit diturunkan air bah yang berkepanjangan. Alasannya agar mereka tahu rasanya air kalau-kalau mereka lupa. Air itu bisa diminum, dimakan, dihirup, didayakan, terserah mereka. Dan rasanya, rasanya seperti macam-macam air, terserah mereka. Semua terserah mereka.

Dari balik ombak air terlihat muka yang bersih putih dan halus. Orang-orang menengadah ke atas, lalu tangan besar yang entah datang dari mana, menjumput satu satu tengkuk mereka. Dan ditaruhlah dalam satu wadah bernama dunia.